MagzNetwork

Seluruh Warga SMPN 16 Malang, Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1429 H

Baca Selengkapnya...

Hari Ini Peluncuran BSE, Guru dan Kasek Harus Kreatif
SURABAYA - Program buku sekolah elektronik (BSE) rencananya diluncurkan secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) hari ini (20/8). Peluncuran itu sekaligus menjadi sosialisasi bahwa BSE merupakan buku induk atau inti sekolah untuk masing-masing jenjang.
Sejauh ini, gaung program BSE sebagai buku murah memang belum begitu menggema. Alih-alih pelajar di pelosok yang belum terjangkau teknologi informasi, ternyata, tak sedikit pelajar metropolis yang juga belum mendengar program tersebut.

Pengakuan Agus Subiatmojo misalnya. Siswa SMAN 22 itu mengaku belum pernah mendapatkan keterangan tentang BSE dari guru atau sekolah. Sebagai panduan kegiatan belajar, dia memilih mencari buku-buku lain yang memiliki pokok bahasan sama dengan materi di sekolah. ''Termasuk buku bekas,'' ujarnya kemarin.

Kondisi tersebut tentu ironis. Seharusnya, guru atau sekolah ikut aktif menyosialisasikan program BSE. Mulai tujuan, cara mendapatkan, hingga harga. Sebab, tujuan program buku murah tersebut tidak lain membantu siswa di tengah melambungnya harga buku. Namun, bisa jadi, guru atau sekolah sengaja mendiamkan lantaran sudah ''main mata'' dengan penerbit non-BSE.

Apakah sekolah memang belum mengetahui program BSE? Kabid Pengkajian dan Pengembangan Dispendik Surabaya Tetty Rachmi Wulan mengatakan tidak masuk akal jika ada sekolah yang mengaku tidak tahu BSE. Menurut dia, BSE sudah disosialisasikan sejak lama. ''Kalau mereka tidak tahu, ya harus cari tahu dong. Mereka jangan duduk dan diam saja," katanya.

Pada awalnya, sekolah memang mengeluh sulit mengunduh dari situs bse.depdiknas.go.id. Tapi, masalah tersebut langsung ditangani dengan pembuatan beberapa situs lain yang juga bisa digunakan untuk mengunduh. "Dulu mungkin situs Depdiknas sibuk karena dibuka orang banyak. Sekarang kan sudah ada alternatifnya," ungkap Tetty.

Soal lamanya waktu untuk mengunduh satu buku, Tetty menganggap bukan alasan. Buktinya, ada beberapa kepala sekolah (Kasek) yang kreatif. Mereka mengunduh per bab sesuai materi yang digunakan saat itu. "Ini kan enak. Cepat. Kalau mau difotokopi juga murah. Maka, kasek itu harus kreatif. Kalau tidak, ya ketinggalan," tegasnya.

Di lain pihak, lanjut Tetty, tidak sedikit Kasek yang tidak mau repot. Mereka lantas memberitahukan anak didiknya untuk menggunakan BSE versi cetak. Toh, sudah ada penerbit yang menggandakan. Hal itu tidak masalah, asal harga buku tidak melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.

"Sekolah tak harus memanfaatkan satu penerbit yang sudah menyediakan BSE. Kalau memang ada penerbit lain yang punya BSE dan lebih murah, silakan dimanfaatkan," jelasnya.

Sebetulnya, program BSE atau buku murah itu bakal diluncurkan pada 2 Agustus 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhyono. Namun, ternyata, acara tersebut diundur dengan alasan tidak jelas. Kabarnya, pembatalan itu disebabkan kesibukan jadwal presiden
Sumber :
Jawapos 20 Agustus 2008 Baca Selengkapnya...

Dalam peringatan hari kemerdekaan tahun ini, kegiatan sekolah khususnya siswa masih seperti tahun-tahun lalu, yaitu lomba untuk siswa. Sedangkan untuk gurunya hanya gerak jalan sehat bersama para siswa. Dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 16 agustus 2008, pada pukul 06.30.
Rute yang dilalui cukup lumayan, tidak sejauh HUT SMP dulu, jadi kalau dihitung mulai start sampai finish sekitar 40 menit.
Pada hari yang sama dilakukan penilaian lomba kebersihan kelas, sedang dilapangan basket lomba para siswa ( balap karung, makan krupuk, dll ) pokoknya rame sekali.
Baca Selengkapnya...

Untuk mensiasati ketidaklancaran dan ketidakprofesionalan pihak yang terkait untuk mencairkan dana tunjangan sertifikasi guru yang sudah lulus, maka pihak MKKS pada hari selasa tanggal 12 Agustus bertempat di aula SMPN 3, punya kiat jemput bola, artinya mengumpulkan para guru SMP Negeri Swasta untuk mengumpulkan berkas lagi, yang menurut saya mestinya tidak usah, karena semua data guru tersebut sudah masuk ke data base pusat.
Nach kalau kita sudah mengumpulkan data ulang dan sudah berusaha mengurus kembali dengan cara diwakili oleh utusan yang akan hilir mudik Malang, Surabaya dan Jakarta akan segera cair ?, kita tunggu saja. Teman-teman yang mengumpulkan data ulang adalah :
1. Medi Asmo
2. Moch Nur Ichwan
3. Eny Agustin
4. Lilik Umi
5. Data Kolektif Baca Selengkapnya...

I.
Kebanyakan guru sangat sadar akan perannya sebagai pengajar suatu matapelajaran, tetapi kurang sadar akan perannya sebagai pendidik yang harus membimbing murid-muridnya mempersiapkan diri menjadi penerus perjalanan bangsa.
”Saya guru matematika!” “Saya guru bahasa Inggris!” “Saya guru sejarah!” Ucapan-ucapan seperti inilah yang selalu kita dengar dari guru-guru kita. Jarang sekali kita dengar seorang guru mengatakan, bahwa dia adalah guru pembimbing para siswa.
Ucapan seperti yang terakhir ini saya dengar untuk prtama kalinya dari seorang guru besar Kimia dari Kanada. “When I was teaching at a large university in Canada, I felt that I was teaching chemistry. When I moved to a small college years later, however, I began to feel that I am teaching students, not chemistry. Since then I become conscious that my job is to teach students to understand chemistry.”
Kesadaran seperti ini memang tidak sama betul dengan kesadaran sebagai pendidik pembimbing generasi muda. Tetapi kesadaran ini memperlihatkan adanya commitment pribadi guru besar tadi terhadap masa depan mahasiswanya kalau dibandingkan dengan kesadaran yang membatasi peran guru kepada perannya sebagai tenaga pengajar suatu mata pelajaran saja. Commitment guru besar tadi sebagai pembimbing mahasiswa dapat mempunyai maka yang dalam, tetapi dapat pula terjadi, bahwa makna yang dikandungnya tidak begitu dalam. Bergantung kapada apa yang dimaksudkan dengan “teaching students to understand chemisry.”Kalau dengan ucapan ini guru besar kenalan saya dari Kanada tadi sekedar membimbing mahasiswanya untuk menguasai materi ilmu kimia, maka commitmentnya terhadap masa depan mahasiswanya tidaklah terlalu mengagumkan. Tetapi kalau dengan ucapannya tadi ia berusaha membimbing mahasiswanya memahami makna yang terdapat dalam berbagai fenomena kehidupan melalui disiplin kita, maka ini merupakan commitnent yang benar-benar dalam. Melalui cara pandang seperti ini tentang kegiatan mengajar guru berusaha mengantarkan para mahasiswa ke kehidupan nyata, bukan sekedar ke abstraksi kehidupan.

II
Dalam setiap kegiatan pembelajaran terdapat tiga kegiatan yang salug berbeda, tetapi saling berhubungan. Ketiga kegiatan ini ialah
· teaching, yang mengantarkan murid kepada pemahaman pengetahuan (knowledge);
· training yang membimbing murid kepada penguasaan keterampilan,; dan
· educating yang membawa murid kepada pengenalan, pemahaman, dan penghayatan nilai-nilai.
Secara populer sering juga dikatakan, bahwa ketiga tindakan ini bertujuan mengantarkan murid kepada pengetahuan, ketrampilan , dan kearifan (wisdom) . Ketiga hal ini merupakan tujuan akhir dari setiap tindakan pendidikan, tujuan dari setiap educatinal act.
Dalam kenyataan kita lihat,bahwa pendidikan di sekolah sangat menekankan penguasaan pengetahuan, kurang memperhatikan pemupukan ketrampilan, dan sangat mengabaikan pembinaan kearifan. Ini merupakan tradisi pendidikan sekolah yang sangat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran Sir Francis Bacon sejak Abad XVII. Praktek pendidikan ini lalu malahirkan semboyan Knowlledge is Power.
Mungkin tradisi inilah yang menyebabkan, bahwa kaum guru lalu menjadi sangat sadar akan peranannya sebagai penerus dan penyebar pengatahuan (kennisoverdrager), dan kurang menyadari, bahwa di samping itu guru juga harus membina kearifan murid melalui pendidikan nilai-nilai dan pemahaman apa yang mereka ketahui. Pada dasarnya dewasa ini terlampau banyak hal yang kita ketahui tanpa kita ketahui maknanya. Maka lahirlah “pengetahuan hampa makna” (meaningless knowledge). Nilai-nilai yang kita pelajari pun banyak yang kita kenal tanpa kita ketahui maknanya. Nilai-nilai semacam ini menjadi “nilai hampa makna” (meaningless values). Gabungan antara pengetahuan hampa makna dengan nilai hampa makna inilah yang lalu banyak melahirkan perlilaku-perilaku yang bersifat “serba semu”, penuh dengan kepura-puraan dan kepalsuan.
Praktek pendidikan sekolah seperti ini tidak akan dapat melahirkan commitment murid-murid kepada masa depan bangsa. Tidak akan dapat melahirkan pada diri murid tekad untuk mengabdikan hidup mereka kepada kesejahteraan bangsa di masa yang akan datang.

III
Kelangsungan eksistensi bangsa merupakan suatu keharusan. Betapapun banyaknya kesalahan yang kita lakukan selama ini, betapapun menyedihkannya keadaan kita sekarang ini, kita tidak punya pilihan lain, kecuali bersaha sekuat tenaga melanjutkan kehidupan bangsa dengan jalan memperbaiki segenap perilaku kita. Bangsa yang tidak mampu membentuk tekad seperti ini dalam keadaan krisis akan menghadapi kepunahan.

Tugas untuk melanjutkan eksistensi bangsa ini terutama terletak di pundak generasi muda. Besar-kecilnya kemampuan suatu generasi muda untuk menjaga kelangggengan eksistensi bangsa sangat bergantung terutama kepada pendidikan yang mereka terima di sekolah. Kalau pendidikan yang mereka terima di seklolah bersifat relevant dan bermutu, maka tugas melanjutkan eksistensi bangsa itu akan terasa relatif ringan,
Tetapi kalau pendidikan yang diberikan kepada generasi muda itu bersifat tidak relevant, maka tugas melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh genersi sebelumnya akan terasa sangat berat. Kegagalan dalam mengambil alih tugas mengelola masyarakat dan negara dari generasi tua akan menghasilkan apa yang sekarang disebut sebagai tailed state. Dan sekarang ini oleh PBB kita sudah dikategorikan menjadi failed state yang ke 57 di dunia ini.
Kapankah akan lahir generasi yang dapat mengangkat bangsa dari situasi failed state ini? Pertanyaan ini tidak akan dapat kita jawab dengan baik pada saat ini.
Kita hanya dapat berjanji untuk mereformasi pendidikan sesuai dengan persoalan yang dihadapi bangsa.

IV
Apa esensi dari kemampuan membimbing generasi muda?

Menurut pendapat saya pada dasarnya inti dari kemampuan ini ialah kemampuan mendapatkan kepercayaan dari para murid, bahwa guru perduli terhadap masa depan mereka; bahwa guru sungguh-sungguh mempunyai perhatian mengenai masa depan para murid. Pengertian ini mengandung pengertian, bahwa guru mengetahui cara para murid memahami keadaan yang ada pada waktu sekarang ini.
Pemahaman seperti ini tidak mungkin tumbuh kalau guru hanya berkomunikasi dengan para murid melalui materi yang terdapat dalam mata pelajaran yang diampunya saja. Hubungan guru-murid yang diwarnai empati hanya akan terbentuk apabila guru bersedia menghadapi murid-muridnya tanpa dibebani oleh posisi resminya sebagai guru.
Dalam hubungan yang seperti ini baru akan mungkin bagi murid untuk mencurahkan segenap pikiran serta perasaan mereka mengenai segenap harapan dan kekhawatiran yang mereka rasakan dalam menghadapi masa depan mereka.
Hanyalah setelah hubungan yang bersifat pribadi antara guru dengan murid-muridnya ini menjadi cukup akrab baru akan mungkin bagi guru untuk mengemukakan pendangan-pandangannya mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh para murid untuk menyongsong masa depan mereka bersama dan masa depan mereka masing-masing.
Perlu saya tekankan di sini, bahwa tugas membimbing para murid seperti ini dapat dilakukan oleh setiap guru, apapun mata pelajaran yang diampunya. Tentu saja guru mata pelajaran yang satu mempunyi peluang yang lebih besar untuk menjadi pembimbing para siswa menuju ke kemandirian mereka daripada guru mata pelajaran yang lain. Guru sejarah mempunyai peluang yang lebih besar daripada guru matematika untuk menjadi pembimbing siswa seperti yang saya uraikan ini secara wajar.
Tetapi faktor yang sangat penting dalam soal bimbingan siswa seperti ini ialah wibawa, yaitu rasa hormat yang tumbuh dalam diri murid karena sifat-sifat guru yang mereka hargai. Wibawa ini dapat dipupuk. Wibawa tumbuh dengan pengalaman.

V
Sebagai catatan akhir ingin saya tambahkan, bahwa banyak-sedikitnya guru dengan kesadaran pembimbing ini dalam sekolah-sekolah kita akan turut menentukan lambat atau cepatnya bangsa kita bangun dari segenap keterpurukan yang sedang kita alami sekarang ini. Kalau jumlah guru dengan kesadaran pembimbing cukup banyak, maka jumlah generasi muda yang bersedia mengabdikan sebagian dirinya kepada masa depan bangsa akan cukup banyak pula. Tetapi kalau jumlah guru dengan kesadaran pembimbing ini sangat sedikit, maka jumlah siswa yang bersedian untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya juga akan berjumlah sedikit saja. Kebanyakan akan tetap lebih banyak berpikir bagaimana menjamin masa depan pribadi mereka melalui pekerjaan-pekerjaan yang aman dan nyaman.
Semoga Tuhan selalu menunjukkan jalan yang harus kita tempuh bersama untuk menyelematkan masa dapan bangsa. Amin!
Oleh
Mochtar Buchori[1]
[1] Ketua Dewan Pengurus Yayasan PARAS, Jakarta. dikutib dari (www.klubguru.com) Baca Selengkapnya...

Tema Peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI Tahun 2008 :

" Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Lanjutkan Pembangunan Ekonomi Menuju Peningkatan Kesejahteran Rakyat, Serta Kita Perkuat Ketahanan Nasional Menghadapi Tantangan Global "


Baca Selengkapnya...